Mari Bergadengan Tangan Membangun Budaya Positif di sekolah Mu!
Oleh : Elisabet Bhala Roga,S.Pd
Disiminasi Budaya Positif kepada rekan-rekan di SMPK ST URSULA -Ende
Namun di balik itu "Bagaimana peran seorang pendidik dalam menciptakan budaya positif?". Sebagai pendidik harus memahami bahwa budaya positif diawali dengan mengubah paradigma pendidik tentang stimulus - kontrol kepada pendekatan teori kontrol yang dikembangkan oleh Stiven R.Covey.Perbedaan kedua paradigma ini terlihat jelas dalam tabel di bawah ini :
Berdasarkan teori kontrol, semua perilaku manusia pasti memiliki tujuan. Begitupula dengan perilaku peserta didik. Bahkan sebuah kesalahan yang dilakukan peserta didikpasti memiliki alasan. Alasan tersebut biasa disebut dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ada lima kebutuhan dasar manusia yaitu:
- Kebutuhan bertahan hidup (Survival) yaitu kebutuhan berkaitan dengan fisik seperti makan, tidur, tempat tinggal dll.
- Kebutuhan Cinta dan kasih sayang (Penerimaan).
- Kebutuhan Penguasaan (pengakuan akan kemampuan),
- Kebutuhan Kebebasan (Kebutuhan akan pilihan), dan
- Kebutuhan akan Kesenangan.
Apabila setiap pendidik dapat memahami pemenuhan kebutuhan ini tentu langkah menuju disiplin positif semakin dekat.Maka peran pendidik dengan posisi kontrol yang tepat dapat membantu pendidik dalam menghadapi setiap perilaku peserta didik.Terdapat 5 posisi kontrol pendidik diantaranya :
- Posisi kontrol Penghukum,
- Posisi kontrol Pemberi rasa bersalah,
- Posisi kontrol teman,
- Posisi kontrol Pemantau,
- Posisi kontrol Manager.
Dari ke 5 posisi kontrol ini,posisi kontrol manager lah yang paling disarankan dalam membangun disiplin positif.Hal ini disebabkan dengan posisi ini pendidik dapat memberi ruang untuk peserta didik berefleksi dan membuat pilihan serta solusi untuk setiap masalahnya sendiri.Posisi kontrol manager membuka ruang kolaborasi antar pendidik dan peserta didik, sehingga dapat membangkitkan kesadaran diri yang menjadi pijak dasar dari disiplin positif.
Selain itu,pendidik dapat menggunakan segitiga restitusi sebagai acuan untuk bisa menuntun dan mengarahkan peserta didik,dalam berefleksi dan menemukan solusi dari masalah yang dihadapinya.Segitiga restitusi ini, dapat diterapkan dalam menghadapi setiap perilaku peserta didik yang bertentangan dengan nilai yang diyakininya. Dalam penerapan segitiga restitusi Pendidik dapat mengawali dengan Menstabilkan Identitas peserta didik dari identitas gagal,setelah melakukan kesalahan ke identitas yang sukses.Peserta didik yang telah diteguhkan akan lebih terbuka pada setiap alasan dibalik perilakunya.Hal ini memudahkan pendidik melakukan Validasi Tindakan yang Salah.Dengan melakukan validasi tindakan yang salah pendidik dapat lebih mudah mengidentifikasi kebutuhan peserta didik dibalik tindakannya.Agar dapat menumbuhkan kesadaran instrisik peserta didik,maka pendidik dapat Menanyakan Keyakinan Peserta didik.Hal ini dapat mengarahkan peserta didik untuk berefleksi secara mandiri dan menemukan solusi dari masalahnya.
Budaya positif dapat terbentuk dari kolaborasi setiap anggota komunitas sekolah yang terdiri dari peserta didik,orang tua,pendidik,kepala sekolah dan stakeholder di dalamnya.. Oleh karena itu,SMPK St.Ursula sebagai lembaga pendidikan dan seluruh komunitas pun menyadari pentingnya kolaborasi ini,sehingga dilakukan desiminasi Budaya Positif oleh calon guru penggerak sebagai langkah untuk membangun pemahaman yang sama dalam lingkup komunitas.Disiminasi Budaya positif ini, disambut baik oleh seluruh anggota komunitas yang terlihat dari antusias rekan-rekan pendidik dalam diseminasi ini.
Di sisi lain sering juga dijumpai peserta didik yang tidak memahami makna dan nilai di balik setiap peraturan sekolah.Peserta didik merasakan terikat dan terpaksa sehingga peraturan sekolah menjadi beban tersendiri bagi peserta didik yang menjalaninya.Lantas "Apakah peraturan sekolah tidak dibutuhkan lagi,mengingat kurangnya keefektifannya dalam penerapan ?"Hal ini tentu bukan tentang peraturan sekolah yang kurang efektif,namun belum adanya keyakinan peserta didik tentang nilai dibalik setiap peraturan sekolah.Oleh karena itu,pendidik harus mulai membentuk keyakinan peserta didik dari kelompok kecil yaitu kelas.Sebagai ilustrasi terkait keyakinan, "Mengapa kita memiliki peraturan tentang penggunaan masker dan mencuci tangan setiap saat?"Kemungkinan jawaban kita tentulah untuk kesehatan. Nilai kesehatan inilah yang disebut sebagai suatu "keyakinan" yaitu nilai kebajikan universal yang disepakati secara tersirat dan tersurat.Seseorang akan lebih tergerak dan bersemangat untuk menjalankan keyakinannya,dari pada hanya sekedar mengikuti serangkaian peraturan tertulis tanpa makna.Peserta didik pun demikian,mereka perlu mendengarkan dan memahami arti sesungguhnya tentang peraturan-peraturan yang diberikan,apa nilai kebajikan di balik peraturan tersebut, dan apa tujuan utamanya.
Kegiatan pembentukan keyakinan kelas VII E SMPK St.Ursula Ende
Oleh karena itu,dalam aksi nyata calon guru penggerak angkatan 6 kabupaten Ende,sekaligus sebagai langkah awal untuk menggerakkan komunitas dalam membentuk keyakinan peserta didik di dalam lingkup sekolah,dilakukan kegitan pembentukan keyakinan kelas oleh wali kelas VIIE SMPK St.Ursula -Ende.Kegiatan ini dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
- Mempersilakan warga kelas untuk bercurah pendapat tentang peraturan yang perlu disepakati di kelas dalam kelompok kecil.
- Mencatat semua masukan-masukan di papan tulis di mana semua anggota kelas bisa melihat hasil curah pendapat.
- Menyusun keyakinan kelas sesuai prosedur ‘Pembentukan Keyakinan Sekolah/Kelas’ dengan menggantilah kalimat-kalimat dalam bentuk negatif menjadi positif.
- Contoh:
Kalimat positif: Berjalanlah di kelas atau koridor.
- Meninjau bersama keyakinan yang dibuat dengan menyatukan beberapa peraturan menjadi satu keyakinan yang sama .
- Setelah keyakinan kelas selesai dibuat, maka semua warga kelas dipersilakan menyetujuinya dengan menandatangani keyakinan sekolah/kelas tersebut, termasuk guru dan semua peserta didik.
- Selanjutnya dilekatkan di dinding kelas di tempat yang mudah dilihat semua warga kelas
Keyakinan kelas VIIE SMPK St.Ursula Ende
Dari hasil diskusi bersama terbentuklah 6 keyakinan kelas VIIE yang tersirat nilai Tanggung jawab,Peduli,Kejujuran dan Daya Djuang.yaitu :
- Kami anggota VIIE berhak belajar dengan aman.
- Kami anggota VIIE datang tepat waktu disemua kegiatan
- Kami anggota VIIE menghormati dan menghargai perbedaan.
- Kami anggota VIIE menjaga lingkungan agar tetap ASRI
- Kami anggota VIIE jujur dalam segala hal.
- Kami anggota VIIE bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan.
Harapannya,hal ini dapat memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangan potensi peserta didik serta membangun pemahaman pendidik dalam membangun budaya positif di sekolah.Bayangkan saja jika seluruh komunitas sekolahmu bergadengan tangan membangun budaya positif,tentu sekolah menjadi taman belajar yang selalu dirindukan,dinantikan serta seluruh potensi berkembang dengan maksimal.
" Mendidik pikiran tanpa mendidik hati,adalah bukan pendidikan"
Terima Kasih... Untuk Penjelasan ini... Luar Biasa sekali....
ReplyDelete